|
---|
Thursday, March 24, 2011
P.E.R.E.M.P.U.A.N
Ada kesan yang keliru bagi orang awam sastra, seolah olah Puisi yg digubahkan seorang penyair adalah suara bathin penulis itu sendiri. Tiap penyair tidak lepas dari pengamatan lingkungannya, teman yg sedang mengalami pergumulan bathin, keluarga dan sahabat yang direkam dalam bathinnya, ikut merasa marah, sedih, bingung, bahagia dll. Tidak bisa ditahan untuk tidak digubah dalam bentuk Puisi.
Puisi kawula muda yang sedang hanyut dlm nuansa cinta, rindu, akan berbeda dng penyair senior yg telah kenyang dalam perjalanan batiniah yg panjang. Pengalaman, pengamatan perjalanan naik turun, pergumulan itu dituangkan dalam tulisan, yang tidak setiap orang memiliki talenta seperti itu. Si penulis mewakili kaumnya yang mengalami apa yang dilukiskannya dalam sastra.
Sebagian penulis mempunyai gaya yang sangat berbeda dengan penyair lain misalnya mengimpikan kehidupann jiwa yang teduh, damai sepanjang hidupnya dengan melukiskannya sebagai keindahan alam dan hubungannya dengan sang Khalik pencipta.
Inilah yang dituliskan oleh 3 Penyair beda usia dan diam di 3 pulau yg berbeda dari Barat ke Timur Nusantara dng judul Matamu membuatku tersesat oleh Lamhot Susanti Saragih, Medan; Perempuan oleh Dewi Linggasari, Agats, Asmat dan Malam tiada Rindu oleh Riyan Garyati, Jakarta
Tiga wanita ini mengguratkan persepsi yang berbeda beda tentang sifat Perempuan. Lamhot yang mewakili kawula muda dalam situasi bathin bernuansa cinta mendambakan seorang pria dengan cara yang luar biasa hanya pada pandangan mata. Sedangkan Dewi Linggasari dengan jelas tanpa berputar putar menyiratkan sifat pria yang suka bersandiwara dan cendrung sulit dipercaya.
Sedang Rian Garyati melukiskan sebuah nuansa bathin yang meyakini tetap bersama pujaan jiwanya hingga tiba waktu Tuhan
Tiga Puisi selengkapnya seperti dibawah ini :
Puisi kawula muda yang sedang hanyut dlm nuansa cinta, rindu, akan berbeda dng penyair senior yg telah kenyang dalam perjalanan batiniah yg panjang. Pengalaman, pengamatan perjalanan naik turun, pergumulan itu dituangkan dalam tulisan, yang tidak setiap orang memiliki talenta seperti itu. Si penulis mewakili kaumnya yang mengalami apa yang dilukiskannya dalam sastra.
Sebagian penulis mempunyai gaya yang sangat berbeda dengan penyair lain misalnya mengimpikan kehidupann jiwa yang teduh, damai sepanjang hidupnya dengan melukiskannya sebagai keindahan alam dan hubungannya dengan sang Khalik pencipta.
Inilah yang dituliskan oleh 3 Penyair beda usia dan diam di 3 pulau yg berbeda dari Barat ke Timur Nusantara dng judul Matamu membuatku tersesat oleh Lamhot Susanti Saragih, Medan; Perempuan oleh Dewi Linggasari, Agats, Asmat dan Malam tiada Rindu oleh Riyan Garyati, Jakarta
Tiga wanita ini mengguratkan persepsi yang berbeda beda tentang sifat Perempuan. Lamhot yang mewakili kawula muda dalam situasi bathin bernuansa cinta mendambakan seorang pria dengan cara yang luar biasa hanya pada pandangan mata. Sedangkan Dewi Linggasari dengan jelas tanpa berputar putar menyiratkan sifat pria yang suka bersandiwara dan cendrung sulit dipercaya.
Sedang Rian Garyati melukiskan sebuah nuansa bathin yang meyakini tetap bersama pujaan jiwanya hingga tiba waktu Tuhan
Tiga Puisi selengkapnya seperti dibawah ini :
Di Tepian Telaga aku merindu Hati
Sehangat bulan yg tersenyum di malam hari
aku menatap wajahmu
Di remang hari tepian telaga telahpun sunyi sepi
Namun bisikkan sanubari memenuhi mimpi
Kau membias pilu di pematang hati
Doa kan ku selipkan di malam malam tiada rindu
Esok bila sampai waktuku
Biarkan aku memelukmu erat
Sangat erat
Haru.. Tak ingin melepaskan..
MATAMU MEMBUATKU TERSESAT
Itu sebabnya aku tak mau liwat depan beranda rumahmu
selalu saja ada yang salah
denyut jantung yang berantakan
tak seirama dengan langkah kaki
yang tiba-tiba lupa materi peraturan baris berbaris
yang baru diajarkan intsruktur ketika diklat minggu lalu
sementara dadaku megap diguyur hujan yang entah berasal dari mana
padahal seingatku
jarak terik tak lebih sejengkal dari ubun ubun
entah aku yang tak bisa membaca cuaca
entah langit yang tak mau mengerti rusuh
memaksaku mendekap sunyi
bibir membiru
lupa mengujar sapa--sekedar basabasi
selalu saja,
tiap kali bersitatap dengan matamu
aku kerap tersesat
:lupa jalan pulang
(kelak bila aku telah tahu meredam kikuk,aku pasti mengunjungimu)
selalu saja ada yang salah
denyut jantung yang berantakan
tak seirama dengan langkah kaki
yang tiba-tiba lupa materi peraturan baris berbaris
yang baru diajarkan intsruktur ketika diklat minggu lalu
sementara dadaku megap diguyur hujan yang entah berasal dari mana
padahal seingatku
jarak terik tak lebih sejengkal dari ubun ubun
entah aku yang tak bisa membaca cuaca
entah langit yang tak mau mengerti rusuh
memaksaku mendekap sunyi
bibir membiru
lupa mengujar sapa--sekedar basabasi
selalu saja,
tiap kali bersitatap dengan matamu
aku kerap tersesat
:lupa jalan pulang
(kelak bila aku telah tahu meredam kikuk,aku pasti mengunjungimu)
by Dewi Linggasari, Agats - Asmat, March 21, 2011
siapakah yang terisak di tingkap malam
kala temaram surya berpulang memapas kelam,
cinta berkeping bagai pecahan kaca --terlerai--
membenam di belahan dada,
pada siapa mesti percaya?
senyum manis ternyata basa basi babak sandiwara
--janji cuma kalimat tanpa koma
yang berakhir di titik dusta :
selebihnya, tanda tanya,
pada siapa mesti bersandar kecuali si-aku,
empu yang tak dapat mengharap sesiapa bagi keyakinan itu....
kala temaram surya berpulang memapas kelam,
cinta berkeping bagai pecahan kaca --terlerai--
membenam di belahan dada,
pada siapa mesti percaya?
senyum manis ternyata basa basi babak sandiwara
--janji cuma kalimat tanpa koma
yang berakhir di titik dusta :
selebihnya, tanda tanya,
pada siapa mesti bersandar kecuali si-aku,
empu yang tak dapat mengharap sesiapa bagi keyakinan itu....
Labels: POEMS
0 Comments:
Subscribe to:
Post Comments (Atom)