|
---|
Sunday, August 30, 2009
"Saya dan sopir pakai mobil dan dia didrop", kata Effron menceritakan bagaimana baiknya Kepala cabang BRI Gresik, Jawa Timur, membantunya ketika sedang mengurus dokumen keimigrasian untuk mengurus Visa ke Amerika Serikat. Dokumen itu mulai membuat KTP baru beserta Kartu keluarga daerah Gresik sampai mengurus applikasi di Konsulat Surabaya. Bahkan Effron tinggal sementara di rumah salah seorang pegawai BRI di Gresik.
Cerita ini baru saya ketahui 15 tahun kemudian ketika saya cuti besar selama satu semester ke California tahun 2008. Peristiwa itu sendiri terjadi sekitar thn 1990an awal ketika saya masih menjabat di Kantor Pusat BRI. Waktu itu saya minta bantuan Kepala Cabang BRI Gresik, rekan sama sama Kepala Cabang, ketika saya menjadi Kepala BRI Cabang Pahlawan Surabaya (d/h Cabang Pasarturi).
Efron kami minta mengurus Visa lewat konsulat Surabaya karena applikasinya di Kedubes Amerika di Jakarta ditolak. Walau kepalanya sudah diplontos pada wawancara kedua kalinya, tetap saja ditolak, karena petugas Kedubes yang mewawancarainya sudah familiar wajah itu. Sebenarnya dia sudah lama tinggal di Lomalinda city,bersama Orangtua dan Saudara Saudaranya dengan statusnya sebagai WNI, yang tinggal illegal di California. Ketika pulang ke Indonesia, dia ditolak masuk kembali ke Amerika.
Akhirnya mencoba mengurus visa di Konsulat Surabaya, yang menurut info tidak terlalu ketat dan tidak perlu wawancara. Untuk itu kami hanya minta bantuan seseorang yang sudah biasa mengurus Visa di Konsulat. Dan berhasil, kebahagiaan yang tak terkira. Sebelumnya, dia sudah stres tinggal dengan neneknya di Jakarta, tanpa kepastian kapan bisa berkumpul dengan keluarganya di Amerika.
Saya sebenarnya tidak ada niat mau menemuinya selama di Amerika, karena selama ini kami tidak pernah berkomunikasi. Kami tidak tahu dia tinggal dimana. Rupanya info kedatangan saya dia dapat dari ayahnya John Situmeang, yang tinggal bertetangga rumah di Lomalinda City.
Lalu disuatu pagi hari minggu dia menelpon ke rumah, di La Habra city, mengajak kami makan di restoran Java Kitchen bersama isteri dan kedua anaknya, yang lahir disana dan tentu dengan sifat sifat Amerikanya yang lucu mendengar logat Inggrisnya.
Dia rupanya tidak melupakan peristiwa itu, yang kami sendiri sudah tidak mengingatnya lagi, karena kami membantu tanpa pamrih. Ketika itu kami mempunyai access dengan teman teman di Surabaya. Tidak ada ruginya membantu, walau hubungan keluarga kami tidak begitu dekat dan baru saja kenal dengan orangtuanya di Amerika.
Rupanya darah Situmeang juga turut berbicara.
Sebelum saya kembali ke Indonesia, saya diajak lagi makan siang. Kali kedua ini di restoran Padang. Disana ada beberapa restoran Padang yang lumayan enak, maklum lidah dan perut Melayu selalu mencari nasi sebagai menu prioritas. Jauhpun lokasinya tetap dicari.
Ketika tiba di rumah, turun dari mobil, isterinya menenteng beberapa tas belanjaan oleh oleh untuk saya bawa pulang ke Jakarta. Tiap bungkus sudah diberi nama untuk isteri dan anak anak yang dulu pernah sama sama di California, ketika mereka sekolah dan kuliah. Tidak lupa satu bungkusan istiwewa untuk saya, sebuah kemeja warna biru ngejreng merek Van Heusen made in Korea lengkap dengan dasinya.
Seusai makan siang, menjelang malam kami dibawa kerumahnya, yang persis bertetangga dengan orangtuanya. Saya ikut merasakan kebahagiaan mereka ketika dibawa melihat kamar kamarnya termasuk meninjau garasi yang dihuni 3 unit mobil, satu diantaranya sedan mewah dan mahal tentunya. Anak pengangguran dengan kepala plontos 15 tahun lalu itu, kini berhasil menggapai impiannya bersama istrinya yang bekerja sebagai nure.
Begitulah pertemanan bisa menjadi keluarga dekat dengan saling bantu membantu tanpa pamrih. Tuhan akan membalasnya, tidak selalu kita terima dari orang yang kita bantu, mungkin dari orang lain. Juga balasannya tidak selalu langsung kepada kita, bisa saja kepada anak anak bahkan cucu kita. Berbuat baik itu tidak salah dan tidak ada ruginya.
Labels: LEARNING
0 Comments:
Subscribe to:
Post Comments (Atom)