Monday, August 3, 2009

S I L S I L A H MARGA

Dalam kebudayaan Batak dipelihara tradisi yang sudah berabad abad lamanya dan masih actual hingga kini yaitu mempertahankan dan mengupdate Silsilah Marga masing masing, yang dibutuhkan dalam Adat istiadat maupun dalam hubungan antra pribadi dalam satu Marga. Status atau level sesorang tidak ditentukan oleh  USIA, tetapi NOMOR URUT keturunan....


"Papi, tadi di sekolah saya dikenalin dengan seorang murid dengan family name yang sama namanya Robin", kata anak saya nomor 3, Peggy Situmeang. Dia murid baru di Colton High School, Colton city, California Selatan. Waktu itu kami sekeluarga sedang liburan Natal sekalian mengunjungi 2 anak yang sedang study disana.

Sore harinya,John M Situmeang, ayah Robin telpon kami ke Hotel dengan berkata:"Nanti malam tolong datang kerumah, biar kita martarombo", katanya. Martarombo maksudnya mengurai silsilah, family tree, asal usul kami masing masing. Kami berenam datang dan ternyata disana sudah tersedia makan malam istimewa di rumah mereka di Lomalinda.

Sambil makan,pak John berkata :"Kita sama sama keturunan Ompu Raja Rawar", katanya, Saya mengangguk dan mengatakan :"Ya, betul".Lalu kami runut dan urut silsilah marga Situmeang, lalu saya bergumam :"Saya nomor 13 ampara",maksudnya Abang. Karena begitulah pesan bapak saya dahulu. "Saya juga nomor 13", katanya dengan penuh keyakinan, seperti pesan setiap orang tua kepada anak anaknya. Maksudnya,kami sama sama generasi ke 13 dari nenek moyang kami, Jamita Mangaraja Situmeang.



Generasi nomor 13 (saya/istri) dan  anak saya no.14 (Vera, Monang, Peggy dan Pahala)

 
"Siapa yang si Abangan", tanyanya, maksudnya siapa yang tepat dipanggil Abang atau sebaliknya siapa yang statusnya menjadi Adik. Ditelusurilah nama nama Ompung kami dari generasi ke 10 sampai ke 9, 8. Sampai di nomor 6 berhenti, karena dari situlah kakek kami mulai terbagi. Berarti sampai no.6 kakek kami masih sama, yaitu Guru Lippun. Kakek ini punya 3 anak (generasi No.7) yaitu paling tua bernama Ompu Mangara nap, adiknya Ompu Lenggang dan paling bungsu, nomor 3, adalah Ompu Sangganiaji.
Saya adalah keturunan kakek paling bungsu, Ompu Sangganiaji, sedang kakek mereka keturunan anak nomor dua, Ompu Lenggang. Oleh sebab itu, pak Johnlah yang dipanggil Abang, tanpa melihat faktor umur.


Bulan Januari 2008 ketika saya berkunjung lagi ke California, anak John menelpon kerumah anak saya. Diujung telpon dia berkata:"Sudah kangen mau ketemu Bapak Uda", katanya. Dulu, dia pernah kami bantu mengurus Visa di konsulat Amerika di Surabaya tahun 1987, karena sudah dua kali ditolak di Kedutaan besar di Jakarta.

Karena dia merasa sudah jadi keluarga dekat, dia bersama isteri dan kedua anaknya membawa saya makan siang di Java Kitchen dan di Rumah makan Padang di Calfornia. Bahkan waktu pulang ke Indonesia, dia membeli oleh oleh untuk keluarga saya di Jakarta. Ikatan darah Situmeang rupanya berbicara, walau baru kenal dan nenek moyang sudah 6 generasi yang lalu. Dan lucunya lagi, kenal keluarga Situmeang ini di Califor
nia, baru kemudian kenal keluarganya yang lain di Jakarta.


Akhirnya,saya berkata :"Aku panggil kau Abang", kata saya kepada papanya Robin, walau sama sama generasi nomor 13 dan tidak memperhitungkan faktor usia, saya memanggil dia Abang, karena kakeknya lebih tua dari kakek saya. Kepada anak anak yang duduk makan satu meja, saya mengatakan:"Peggy kau panggil Robin Abang ya", kata saya seraya melanjutkan: "Bapak/Ibu ini panggil Bapak tua dan Inang tua". Anak anaknya kemudian memanggil saya dan isteri "Bapak Uda/Inang Uda". Begitu juga anak saya laki laki panggil Robin dengan "Abang", walau umurnya Robin lebih muda.

Sementara itu, asal muasal nenek moyang kami diskusikan, ternyata kampung asal muasal nenek moyang, berasal dari kampung yang sama yaitu dari Gontingmahe dan sekitar Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah, tidak begitu jauh dari Sibolga, Sumatera Utara.



Tobias dan Antonia Jones sebagai generasi No.15 dibawah Pahala dan Peggy no.14


Arti pentingnya mengetahui Family tree ini baru terasa ketika ada acara adat(sukacita, dukacita), harus jelas lebih dahulu siapa nenek moyang masing masing. Harus bisa dipastikan nenek moyang yang punya hajat siapa. Dicari, diurut dari Situmeang generasi nomor dua. Keturunan nenek moyang Situmeang (generasi no.2) ada 4 orang dengan urutan : Raja Lalo, Binanga Julu, Raja Naunang dan Juara Tua.

Nama nama kakek yang empat inilah yang selalu menjadi rujukan. Dan setiap marga Situmeang pasti tahu, dia keturunan kakek/Ompung nomor berapa atau Ompung siapa. Seperti Ompung saya adalah Ompung paling bungsu, Juara Tua.

Jika yang hajatan adalah keturunan anak pertama Raja Lalo, maka yang bertanggung jawab dalam acara adat tersebut adalah Situmeang dari keturunan kakek nomor satu. Jika ada pesta kawin misalnya, maka yang berhak duduk mendampingi penganten adalah orang tua kandung bersaudara. Jika tidak ada, maka prioritas berikutnya pasti dari Ompung yang sama. Tidak boleh dari Ompung yang lain.
Bukan berarti Situmeang lain hanya diam, berpangku tangan tidak membantu. Bukan. Saling menghormati sesama Situmeang yang lain kakek, punya aturan dan tata cara tersendiri.

Rencana pesta pernikahan seorang kenalan dekat, Situmeang, keturunan kakek yang lain dari kakek saya, berkata kepada saya:"Di pelaminan nanti tolong kami didampingi ya", kata Ibu pengantin laki. Kontan saya jawab :"Tidak bisa kak, nanti Situmeang Rawar, keturunan Ompu Lenggang bisa marah. Dan saya sarankan: "Tolong cari saja Situmeang yang paling dekat", kata saya. Kedekatan persahabatan tidak dapat dipakai sebagai alasan untuk melangkahi adat, walau sama sama marga Situmeang.


.....Foto Jonas, generasi No.15

Yang cukup menarik dalam Family tree ini adalah "panggilan" kepada sesama semarga Situmeang. Sebagai contoh Jonas, cucu saya yang baru berusia sebulan adalah generasi nomor 15, bisa dipanggil Ompung/kakek oleh seorang pemuda lulusan S1, karena dia adalah generasi nomor 17.Sebaliknya, Jonas akan memanggilnya cucu.

Mungkin ada yang bertanya, kenapa anak perempuan tidak masuk dalam family tree marga Batak. Ternyata phylosopy Batak tetap memperhitungkan hal ini. Fihak wanita kelak akan kawin dengan pria Batak dan keturunannya akan dapat marga dari suaminya. Dengan demikian anaknya akan mengikuti marga suaminya. Disamping itu, pria Batak sangat menghormati anak perempuan. Buktinya, prioritas calon isteri dari pemuda Situmeang misalnya diprioritaskan anak Saudaranya perempuan, yang dikenal dengan "Pariban", seperti film terkenal, Pariban dari Bandung. Bahkan lebih keras lagi, dalam suatu acara adat, upacara tsb belum dikategorikan "syah" secara adat apabila tiga unsur (Dalihan natolu) tidak lengkap, salah satunya adalah pihak wanita, boru Situmeang.

Jika dihitung hitung dari generasi pertama hingga Situmeang generasi nomor 17, berarti Family tree ini sudah berusia sekitar 500 tahun. Dan adat itu masih tetap tidak lekang dimakan usia dan tidak lapuk karena zaman dan setiap orang mempunyai kewajiban moral untuk menjaga kelangsungan Silsilah ini turun temurun hingga kini.


0 Comments:

Post a Comment



Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

FREE HOT VIDEO | HOT GIRL GALERRY