|
---|
Tuesday, July 14, 2009
Cerita masa lalu ketika menjadi Kelapa Cabang BRI di Atambua, Pulau Timor,NTT, saya terpaksa membeli kembali sapi sapi kurus dari rakyat peternak sapi di Kecamatan Betun, bagian Selatan Kabupaten Belu.Dengan terpaksa, demi menjaga nama baik Lembaga dan karir yang baru berkibar.
Saat itu tahun 1980an, sebagai Kepala Cabang BRI for the first time, semangat saya lagi menggebu gebu melakukan expansi kredit. Sektor yang ditembak adalah peternakan sapi, suatu segmen bisnis yang merupakan keahlian turun temurun penduduk Timor. Pulau Timor dikenal sebagai pemasok sapi untuk Pulau Jawa karena ilalang coklat itu ternyata cocok jadi makanan sapi, karena sesuai Iklim yang sama dengan Australia.
Oleh Sdr.Saragih yang menjadi Kepala BRI Unit Betun, di kota Kecamatan, dia KKN dengan pemasok sapi dengan memberi paket sapi (bukan cash) dengan kondisi sapi sapi kurus, dengan harga lebih tinggi dari harga pasaran. Tentu saja para petani mengerti harga sapi dan langsung menolaknya rame rame.
Issue negative ini berhembus sampai ke telinga Ketua DPRD Kabupaten Belu, tetangga diseberang jalan depan rumah di kota Atambua. Sebelum sempat menjadi Agenda pleno sidang DPRD, saya lari kencang melakukan operasi kilat. Sapi saya beli kembali dan hutang petani menjadi lunas, mereka tidak bisa menuntut apa apa lagi. Sdr.Saragih ditarik dari posnya dan di schors dan akhirnya dia mengundurkan diri, nikah dengan wanita Atambua.
Hati saya plong karena tidak akan menjadi issu politik dengan segala dampak negativenya.Tidak akan masuk koran dan mengundang Inpsektur untuk turun memeriksa ke BRI Atambua.
Masalah baru timbul. Saya yang tidak mengerti seluk beluk memelihara sapi bingung. Lalu saya minta bantuan tetangga sebelah rumah, Drh.Siahaan, Kepala Dinas Peternakan Kabupaten untuk mencarikan petani untuk memeliharanya. Selanjutnya sekala berkala kami memonitor perkembangan sapi ini ke bukit diluar kota Atambua. Tidak naik kuda dan bertopi koboy, seperti keahlian penduduk Timor, tetapi naik Hardtop berplat merah.
Saya berharap hanya menunggu beberapa bulan sapi gemuk saya lego lagi, yang penting uang saya bisa kembali. Tidak untung tidak apa, yang penting nama baik tetap bersih.Masalah baru timbul. Setiap kunjungan ke bukit tempat penitipan, selalu ada laporan sapi hilang. Terdengar issue, sebenarnya bukan hilang, tetapi dijorokkan ke jurang, disembelih untuk dikonsumsi. Ahhh terserahlah mana yang benar, saya tidak mau menghakimi. Dari pada pusing sapi saya jual cepat dengan harga miring. Soal rugi, itu adalah risiko Jabatan.
Dalam riwayat hidup saya,ada sepotong catatan kecil bahwa saya pernah jadi Juragan sapi....tapi karena terpaksa.
Labels: LEARNING